kali ini saya ingin membagi cerita bagaimana rasanya menjadi anak disebuah keluarga yang semi broken home. mengapa saya sebut begitu karena keadaan keluarga kami masih lebih baik dari sebuah keluarga yang broken home. Kehidupan kami masih normal dan sepintas tidak ada perbedaan dengan keluarga bahagia lain. namun keluarga kami tidak begitu pantas bila dikelompokan dalam golongan keluarga bahagia karena kami tidak sebahagia keluarga2 bahagia pada umumnya.
semua berawal dari ayah saya yang memutuskan untuk menikah lagi dengan janda muda beranak satu berumur 30 tahun sedang saat itu ayah berusia 45 tahun. cukup kontras bukan? ya saya pun berpikiran seperti itu. saat itulah saya merasa sangat shock dan tidak tau harus berbuat apa. saya masih ingat ketika itu saya menangis seperti anak kecil. saya belum pernah mengalami goncangan yang begitu hebat dalam hidup saya. ibu pun begitu, bahkan sebelumnya ia sempat pingsan dan seperti orang yang kehilangan kontrol dan mengamuk sesuka hati. saya sedih sekali melihatnya, ditambah lagi saat melihat adik-adik saya yang masih sangat belia untuk menjadi saksi kejadian tersebut, bahkan saya pun tidak bisa dibilang sudah dewasa, saya masih sangat belia juga.
sebelumnya kami adalah keluarga bahagia. saya merasa sangat berunutung dilahirkan ditengah tengah keluarga ini. ayah saya seorang karyawan di salah satu perusahaan dan memiliki jabatan yang cukup tinggi dan alhamdulillah memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi kami sekeluarga sementara ibu tidak bekerja. keluarga kami sangat jarang memiliki konflik yang hebat, pertengkaran ibu dan ayah pun nyaris tidak pernah terjadi, at least tidak pernah terlihat oleh kami, mungkin mereka menyembunyikannya.
maka dari itu sangatlah wajar jika saya, ibu dan adik saya sangat histeris saat mengetahui masalah ini.
ok singkat cerita, setelah kejadian itu, ayah saya tidak sedikitpun berniat untuk menceraikan perempuan itu. padahal kami sudah sering menunjukkan ketidaksukaan kami, terutama saya yang semenjak itu sering kali berkonflik dengan ayah sampai kami sudah seperti bukan ayah dan anak lagi karena pertengkaran kami cukup hebat saat itu. saya sempat berpikir, apa yang ada dipikiran ayah saya? mengapa dia tidak memandang perasaan istri dan anak2nya? mengapa ia lebih mementingkan perasaannya sendiri. wallahu alam. hanya allah yang tahu. bahkan waktu itu saya ingat sekali, dengan memberanikan diri saya mengajukan penawaran kepada ayah. pilih perempuan itu atau kami sekeluarga tidak ingin lagi tinggal bersama dia. namun apa yang terjadi? ayah menjawab ia tidak bisa lagi dipsahkan dari perempuan itu dan jika memang kami sekeluarga ingin pergi maka pergi saja.
saya kembali merasakan ketidakbergunaan saya hidup di dunia lagi. saya pikir untuk apa saya hidup jika tidak lagi merasakan kebahagiaan. hanya keluarga ini tempat saya berteduh dan menenangkan diri ketika gundah, namun kini justru keluarga ini lah yang membuat saya gundah.
setelah berulang kali mengalami konflik, akhirnya kami menyerah. saya mulai berpikir mungkin ini sudah jalan yang tuhan takdirkan untuk saya. saya tidak lagi memberontak dan hanya mengikuti kemauan ayah saya. kini kami hidup normal walaupun tidak lagi senormal dulu. tidak pernah lagi ada konflik, mungkin ada tapi hanya sedikit dan jarang itupun hanya gesekan-gesekan kecil antara ayah dan ibu. saya masih bersyukur bahwa walaupun keluarga kami semi broken home namun saya dan adik-adik tidak pernah berbuat macam-macam dan mencari pelampiasan kekecewaan kepada hal-hal yang buruk. namun saya sadar walaupun saya dan adik-adik saya masih baik-baik saja namun kami tidak lagi menjadi anak sebaik dulu. kami berbeda dengan kami beberapa tahun lalu sebelum menjadi keluarga poligami. saya bisa sangat merasakan ketika saya tertawa, saya tidak sepenuhnya senang. ketika saya menjadi pendiam dan tidak memberontak lagi, sebenarnya saya tidak baik-baik saja. begitupun adik-adik saya, saya bisa melihat dan merasakan walaupun mereka terlihat baik namun hati mereka hancur. terlihat dari prestasi sekolah dan tingkah laku mereka yang menjadi pendiam dan lebih sering menghabiskan waktu untuk menyendiri dikamar. ibu pun begitu, walaupun ia selalu tersenyum namun saya tahu hatinya remuk. ia lebih sensitif sekarang. sering menangis hanya karena hal-hal kecil.
saya tidak tahu kapan semua ini akan berakhir. dan saya pun sudah tidak terlalu berharap hal ini akan segera berakhir karena sulit untuk mengakhirinya. saya hanya memohon ya tuhan, jika memang ini takdir yang harus kami terima maka berilah keikhlasan dalam hati kami masing-masing untuk menerima takdir ini. amin